Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Fakta, Bentuk, dan Upaya Pencegahan

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu permasalahan sosial yang masih banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat pada penderitaan fisik, psikologis, seksual, atau penelantaran ekonomi dalam rumah tangga.

Fakta KDRT di Indonesia

Menurut data tahun 2024 dari KemenPPPA melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) mencatat sebanyak 19.045 kasus KDRT, menjadikannya jenis kekerasan tertinggi berdasarkan tempat kejadian. Adapun data dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa jenis kejahatan yang paling banyak dilaporkan tahun 2024 yaitu KDRT sebanyak 11.028 perkara. Hal ini menunjukkan bahwa masih sangat tingginya kasus KDRT di Indonesia.

Bentuk-bentuk KDRT

  1. Kekerasan Fisik : Memukul, menendang, mencekik, atau tindakan lain yang menyebabkan luka fisik. Berdasarkan Pasal 44 UU PKDRT, pelaku dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda jika menyebabkan kematian korban.
  2. Kekerasan Psikis : Bentuk kekerasan yang berdampak pada hilangnya rasa percaya diri, depresi, hingga trauma. Pelaku kekerasan psikis dapat dikenakan sanksi pidana hingga 3 tahun penjara atau denda.
  3. Kekerasan Seksual : Pemaksaan hubungan seksual, termasuk eksploitasi seksual dalam rumah tangga. Berdasarkan UU PKDRT, pelaku kekerasan seksual dapat dipidana berat sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
  4. Penelantaran Rumah Tangga : Bentuk kekerasan yang terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam rumah tangga, seperti menelantarkan pasangan atau anak. Pasal 49 UU PKDRT mengatur bahwa pelaku dapat dipidana hingga 3 tahun penjara atau denda.

Upaya Pencegahan dan Penanganan KDRT

Untuk mencegah KDRT, beberapa langkah dapat dilakukan, antara lain:

  1. Meningkatkan Kesadaran: Masyarakat harus memiliki pemahaman yang baik mengenai KDRT dan hak-hak dalam rumah tangga.
  2. Meningkatkan Komunikasi dalam Keluarga: Komunikasi yang baik antara pasangan dan anggota keluarga dapat mencegah konflik yang berujung pada kekerasan.
  3. Melaporkan Kasus KDRT: Setiap orang yang mengalami atau menyaksikan KDRT wajib melaporkan kepada pihak berwenang sesuai dengan Pasal 15 UU PKDRT.
  4. Mediasi dan Pendampingan: Korban KDRT bisa meminta bantuan dari lembaga perlindungan perempuan atau komunitas yang bergerak di bidang hak asasi manusia.

Apabila Ibu Persit mengalami KDRT, segera minta perlindungan/bantuan kepada tetangga terdekat dan melaporkan kepada Ibu Ketua Persit/Ketua Ranting/Ketua Cabang perihal kekerasan yang di alami. Persit Kartika Chandra Kirana turut menghimbau dan memberikan perhatian terhadap regulasi terkait pencegahan dan penanganan KDRT seperti yang tertuang pada Bab VIII Buku Suluh Persit Kartika Chandra Kirana Tahun 2024.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *